Sebagian orang tertawa saat mendengar kemungkinan adanya perang fisik antara manusia dan jin. Mereka menilainya mitos, dongeng, atau kisah fiktif yang tak lebih dari bumbu spiritualitas masa lampau. Tetapi benarkah demikian? Ataukah justru kita yang telah kehilangan rasa percaya pada lapisan realitas yang tak tertangkap oleh mata biasa?
Dalam sejarah Islam, terdapat episode-episode yang mengusik batas antara dunia manusia dan makhluk ghaib. Khalid bin Walid, sang pedang Allah, pernah dihantar untuk menghancurkan berhala Uzza. Tapi ia tak sekadar menumbangkan batu; ia menghadapi sosok wanita hitam berambut kusut yang melolong di antara pepohonan, makhluk dari dimensi lain yang ternyata adalah jin penjaga berhala tersebut. Khalid menebasnya hingga tewas, dan Rasulullah ﷺ bersabda, “Itulah Uzza, tak akan pernah disembah lagi setelah hari ini.”
Ada pula kisah sahabat yang menjaga zakat, lalu berulang kali diganggu oleh sosok misterius yang mencuri makanan. Tiga malam berturut-turut, ia berhasil menangkapnya. Sosok itu akhirnya mengajarkan rahasia: bacalah Ayat Kursi sebelum tidur, maka kamu akan dijaga oleh malaikat dan jin tidak akan mendekat. Rasulullah ﷺ tersenyum saat mendengar cerita itu dan berkata, “Dia memang pembohong, tapi kali ini dia berkata benar.” Sosok itu adalah jin, dan interaksi itu nyata.
Ada juga diriwayatkan, seseorang yang hendak menebang pohon sesembahan yang diagungkan masyarakat jahiliyah. Dalam perjalanannya, jin datang menghalangi dalam rupa manusia dan terjadilah pergulatan. Ini bukan sekadar simbol; ini pertarungan ideologis yang mewujud secara fisik, karena dunia ghaib itu bukan dongeng, ia hanya tersembunyi di balik tirai frekuensi yang tak bisa disentuh indera kasar manusia.
Dan jika perang fisik itu mungkin, bagaimana dengan perang spiritual? Perang dalam wilayah pengaruh, bisikan, dan dominasi jiwa. Jin-jin durjana bersekutu dengan manusia-manusia serakah, saling membantu dalam menyesatkan umat. Tetapi tak sedikit pula jin muslim yang berjuang dalam barisan cahaya. Ini bukan semata pertarungan antara makhluk, tapi perang antara prinsip: antara nur dan kegelapan, antara fitrah dan hawa nafsu. Dalam medan ruhani itu, manusia bisa kalah meski tubuhnya gagah, dan bisa menang meski hanya bersenjatakan doa dan keikhlasan.
Perang dengan jin bukan fiksi. Ia bukan sekadar legenda tua yang mengendap dalam buku kuno. Ia nyata, ia dekat, ia berlangsung bahkan saat tulisan ini dibaca. Maka siapa yang berjaga di malam hari dengan wudhu, dzikir, dan kesadaran, dialah yang sesungguhnya sedang mengangkat senjata dalam perang panjang yang tak selalu butuh darah, tapi selalu butuh iman.