Ingin Terkenal...?

Saya awalnya tidak mengenal beliau.
Saya kemudian mengenalnya sebagai tokoh, lebih tepatnya seorang gubernur ketika kasus rasis "tiko" begitu menghentak dunia sosial media. Penasaran, terlebih media begitu pandai mengangkat isuenya di tengah sentimen berbau sara' di seantero tanah air, dan beliau hadir sebagai tokoh protagonis yang terzhalimi. Seolah mewakili banyak korban rasis lainnya, sehingga ketika media mengangkat ketokohannya, dunia maya pun terpesona, termasuk saya. Setidaknya saat itu saya bersyukur, ternyata Indonesia punya talenta mumpuni, namun terzhalimi.
Terus terang, saya awalnya hanya tertarik dalam hal penokohan ini. Beliau saya anggap sebagai simbol perlawanan terhadap isue rasis yang makin marak. Walau saya terpaksa kecewa, karena beliau sepertinya tidak ambil peduli dengan pelaku rasisnya. Malah justru menjadikan moment itu sebagai ajang pencitraan diri gratis kepada masyarakat, karena (pikir saya kala itu) dilakukan oleh pihak ketiga secara sukarela dan masif dimana-mana. Tentu tidak salah, jika saya adalah seorang pegiat politik tentu saya pun akan menyanjung beliau dalam setiap postingan saya. Namun karena saya lebih senang mengambil spesifikasi menulis dalam dunia bisnis dan tema-tema tentang hamparan bumi (FE dan hal-hal yang berhubungan dengannya), saya pun belum pernah menulis tentang beliau. Perlu diketahui, tulisan ini adalah yang pertama tentang beliau, dan mudah-mudahan menjadi yang terakhir, sekedar mengobati rasa penasaran saja. Saat itu saya pun tentu berharap banyak, beliau bisa menjadi pemimpin yang dengannya umat menjadi terwakili. Apalagi beliau pernah mendapatkan "dukungan" ketika di duetkan dengan salah seorang ulama yang sedang viral sekarang. 
Di tengah maraknya arus perubahan yang diinginkan masyarakat, tentu seorang tokoh seperti beliau diharapkan untuk maju ke depan. Dengan pengalaman sebagai gubernur 2 periode, gelar ulama penghafal quran dan seabrek prestasi lainnya, ditambah namanya mulai menancap di kalangan generasi milenia, tentu modal yang besar bagi beliau untuk menuju pucuk tertinggi pimpinan negeri ini di perhelatan akbar tahun depan. Saya sendiri sebenarnya kurang kritis, mungkin terlalu silau dengan literasi yang dibangun oleh media, sehingga lupa melihat track recordnya. Bahkan saya pun tutup mata dengan prestasi-prestasi apa saja yang telah diraihnya. Kesimpulan saya waktu itu, pemimpin yang baik biasanya tidak suka pencitraan. Tiba-tiba saja puluhan bahkan ratusan penghargaan diraih, Index pembangunan manusia yang tinggi dan tingkat kesejahteraan yang merata. Ah, media nasional tentu tidak akan mengangkat ini. Terlebih kebanyakan media lebih senang mengangkat isue-isue sentral pembangunan infrastruktur pejabat sekarang, lebih memihak penguasa. Pasti akan mengubur dalam-dalam prestasi-prestasi para penantangnya.
Tapi..... ah sudahlah... Saya tidak ingin terlalu panjang mengulas politik. Intinya sederhana, belajar dari cerita pada tulisan di atas, salah satu cara jika kita ingin terkenal, kita cukup membangun sentral penokohan yang terzhalimi oleh berbagai isue, dan yang paling laku dijual saat ini adalah isue sara. Tetapi jangan dilakukan ya....!!!!! Saya bukan mengajari. Saya hanya ingin mengingatkan saja, jika ada seseorang yang TIBA-TIBA terkenal karena terzhalimi oleh isue sara, mari kita lihat track recordnya sebelum mengangkatnya menjadi pahlawan. 
Apa pun pilihan kita, itu adalah hak kita. Tentu kita pun punya argumentasi pembelaan. Sama seperti yang saya lakukan ketika memilih pendapat bumi ini tidak bulat, ada argumentnya dan itu hak saya. Kepada rekan-rekan, silakan memilih, dan siapkan argument mengapa anda harus memilihnya...
Share:
Diberdayakan oleh Blogger.

Comments

Recent

About Me

Foto saya
Kita tidak akan mendapatkan hasil berbeda, jika tetap melakukan hal yang sama...

Bottom Ad [Post Page]

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Full width home advertisement