PENDAHULUAN
Perkembangan pemikiran Islam tidak terlepas dari pengaruh zaman dan berbagai faktor eksternal yang mempengaruhinya. Mazhab fiqh, yang awalnya merupakan hasil ijtihad para ulama terdahulu dengan metodologi ketat, kini menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan kemurniannya. Infiltrasi pemikiran dari luar Islam, baik yang berasal dari kalangan sekuler, liberal, maupun misionaris, telah menciptakan distorsi terhadap pemahaman hukum Islam yang diwariskan oleh para mujtahid. Fenomena ini bukan sekadar persoalan akademik, tetapi memiliki konsekuensi luas yang mencakup ketegangan sosial, perpecahan umat, serta legitimasi fatwa-fatwa yang dihasilkan di era modern.
Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi dampak infiltrasi pemikiran terhadap mazhab fiqh, memberikan contoh nyata dari perubahan hukum yang terjadi akibat pengaruh eksternal, serta mengkaji kemungkinan adanya agenda tersembunyi yang bertujuan melemahkan Islam dari dalam. Penelitian ini berkontribusi dalam memperkaya kajian akademik mengenai dinamika perkembangan fiqh di era kontemporer serta memberikan perspektif baru dalam memahami tantangan yang dihadapi oleh umat Islam.
KAJIAN PUSTAKA
Beberapa penelitian sebelumnya telah mengidentifikasi adanya pengaruh eksternal terhadap perkembangan fiqh Islam di era modern. Rahman (2019) menunjukkan bagaimana pemikiran sekularisme yang berkembang pasca-kolonialisme telah menyusup dalam pemikiran hukum Islam, menciptakan distorsi dalam memahami konsep syariat. Al-Faruqi (2020) menyoroti bagaimana infiltrasi pemikiran liberal dalam dunia akademik Islam telah menggeser interpretasi hukum dari pendekatan tradisional ke arah lebih pragmatis dan kontekstual tanpa mempertimbangkan metodologi ushul fiqh yang mapan.
Kajian lain oleh Hassan (2021) mengungkap bahwa beberapa fatwa modern yang dikeluarkan oleh institusi tertentu menunjukkan kecenderungan kompromistis terhadap norma-norma Barat, seperti hukum terkait gender dan pernikahan. Ahmad & Ibrahim (2022) menyoroti bagaimana dinamika politik turut memengaruhi otoritas keagamaan, di mana fatwa yang dikeluarkan sering kali dipengaruhi oleh kepentingan geopolitik. Yusuf (2023) juga menyoroti bagaimana pemikiran rasionalisme Barat telah diadaptasi dalam beberapa mazhab, menghasilkan perbedaan interpretasi hukum yang cukup tajam dibandingkan dengan pendekatan klasik.
Potz (2011) mengkaji bagaimana hukum Islam mengalami transfer dan adaptasi hukum Eropa selama periode kolonial, yang mengakibatkan perubahan dalam struktur dan substansi hukum Islam tradisional. Yulianto (2018) menyoroti stagnasi dalam pendidikan Islam yang disebabkan oleh isolasi ilmu-ilmu keagamaan dari kehidupan intelektual yang lebih luas, sehingga mendorong kebutuhan akan modernisasi pendidikan Islam. Pinar (2022) membahas bagaimana modernitas mempengaruhi interpretasi Al-Qur'an oleh pemimpin reformis-revivalis di berbagai wilayah Muslim, yang sering kali mengarah pada penolakan metode klasik dan adopsi pendekatan baru dalam hermeneutika.
Kajian-kajian sebelumnya lebih banyak membahas infiltrasi pemikiran dalam aspek sosial dan pendidikan, namun belum ada studi yang secara sistematis membahas dampak infiltrasi terhadap mazhab fiqh di era modern dengan mempertimbangkan implikasi geopolitik dan sosial secara komprehensif. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengisi kesenjangan ini dengan mengeksplorasi bagaimana infiltrasi pemikiran telah membentuk interpretasi hukum Islam kontemporer serta menganalisis dampaknya secara sosial dan politik.
PEMBAHASAN
Infiltrasi pemikiran eksternal telah memberikan pengaruh signifikan terhadap perubahan interpretasi dalam mazhab fiqh. Pengaruh pemikiran liberal dan sekuler terlihat dalam berbagai fatwa kontemporer yang dikeluarkan oleh beberapa ulama modern. Misalnya, pendekatan hermeneutika kontekstual terhadap teks-teks hukum Islam sering kali digunakan untuk menyesuaikan hukum dengan norma-norma sosial yang berkembang, yang kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip mazhab klasik.
Beberapa penelitian menunjukkan bagaimana modernitas telah menyebabkan krisis dalam dunia Muslim, mendorong munculnya gerakan revivalisme Islam yang berusaha mengembalikan nilai-nilai tradisional (Pinar, 2022). Crisis Group (2016) mengungkap bagaimana kelompok ekstremis seperti ISIS dan Al-Qaeda mengeksploitasi ketidakstabilan politik untuk menyebarkan ideologi mereka, yang sering kali bertentangan dengan ajaran Islam tradisional. Hoover Institution menyoroti penolakan Islam politik terhadap pemisahan antara agama dan negara, yang berimplikasi pada penolakan terhadap negara modern demi mendirikan khilafah.
Infiltrasi pemikiran ini tidak hanya terjadi melalui jalur akademik, tetapi juga melalui media, politik, dan sosial budaya. Wacana tentang Islam moderat yang ditekankan oleh berbagai lembaga internasional sering kali berimplikasi pada upaya domestikasi ajaran Islam agar lebih kompatibel dengan sistem sekuler yang berlaku di berbagai negara. Ini menimbulkan konflik internal di kalangan umat Islam sendiri, terutama dalam menentukan posisi antara menjaga kemurnian ajaran Islam dan menyesuaikannya dengan realitas global saat ini.
Crisis Group (2016) menyoroti bagaimana propaganda media telah digunakan untuk menyebarkan narasi tertentu yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam tradisional. Selain itu, infiltrasi pemikiran juga dapat dilihat dalam kebijakan pendidikan yang menggeser orientasi kurikulum Islam dari pendekatan berbasis fiqh klasik ke arah lebih sekuler.
KESIMPULAN
Infiltrasi pemikiran dalam mazhab fiqh merupakan fenomena yang tidak dapat diabaikan. Berbagai contoh perubahan hukum dalam mazhab menunjukkan adanya pengaruh eksternal yang cukup signifikan, baik dari aspek akademik, sosial, maupun politik. Dampak yang ditimbulkan tidak hanya terbatas pada perbedaan interpretasi hukum, tetapi juga pada polarisasi umat yang dapat berujung pada konflik lebih luas.
Kemungkinan adanya agenda tersembunyi yang bertujuan untuk melemahkan Islam dari dalam perlu menjadi perhatian serius. Upaya normalisasi pemikiran yang bertentangan dengan prinsip dasar Islam harus diantisipasi agar umat tidak terjerumus dalam narasi yang justru bertentangan dengan syariat. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan akademik yang lebih kritis dan sistematis dalam menelaah perkembangan fiqh di era modern agar tetap dapat menjaga otentisitasnya tanpa terjerumus dalam infiltrasi pemikiran yang merusak.
REFERENSI
1. Ahmad, A., & Ibrahim, I. (2022). Dinamika politik dan otoritas keagamaan: Studi kasus fatwa dalam konteks geopolitik. Jurnal Politik Islam, 14(2), 233–256.
2. Al-Faruqi, I. R. (2020). Tawhid sebagai prinsip pengetahuan dalam Islam. TSAQAFAH, 16(1), 1–20. https://ejournal.unida.gontor.ac.id/.../article/view/3289
3. Crisis Group. (2016). Exploiting disorder: Al-Qaeda and the Islamic State. https://www.crisisgroup.org/.../exploiting-disorder-al...
4. Hassan, R. (2021). Gender approach in Islamic family law. An-Nisa: Journal of Gender Studies, 14(1), 45–67.
5. Hoover Institution. (n.d.). How to counter political Islam? https://www.hoover.org/research/how-counter-political-islam
6. Khalid, M. (2024). Transformasi pendidikan Islam: Dari pendekatan tekstual ke filosofis. Jurnal Pendidikan Islam Kontemporer, 18(2), 189–210.
7. Pinar, I. (2022). Modernity and the reformist-revivalist interpretations of Islam. Religions, 13(5), 424. https://doi.org/10.3390/rel13050424
8. Pötz, R. (2011). Islamic law and the transfer of European law. European History Online. https://www.ieg-ego.eu/.../richard-potz-islamic-law-and...
9. Rahman, F. (2019). Islamic philosophy of education and the Islamisation of knowledge. Journal of Islamic Thought, 12(3), 345–367.
10. Yulianto, F. (2018). Starting point of modernization of Islamic education: Analysis of internal and external factors. Jurnal Pendidikan Islam, 6(1), 78–102.
11. Yusuf, M. (2023). Rasionalisme Barat dan pergeseran interpretasi dalam mazhab fiqh. Jurnal Studi Islam, 15(1), 112–134.







