---
Tulisan berikut ini adalah hasil tafakur dari QS.Ali Imran ayat 191, terlepas apakah virus ini level biasa-biasa saja, atau benar-benar seram seperti yang diberitakan media;
"(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka."
---
Sebelum ke pembahasan inti, saya ingin bercerita terlebih dahulu...
Pada akhir tahun 2019, saya dan istri sibuk browsing di beberapa online shop untuk mencarikan miniatur kartun kesukaan anak saya. Kami sudah mencari offline di beberapa gerai, namun tokoh yang diinginkannya tidak berhasil kami dapatkan. Sekitar November 2019, kami mendapatkan salah seorang penjual online yang menjual 1 set miniatur tersebut yang kemudian kami pesan.
Akhir Januari - awal Februari 2020, kami sekeluarga pulang kampung. Di kampung kami terserang flu berat, normal sebenarnya, karena perbedaan suhu antara kota Pontianak dengan lokasi tempat tinggal ortu saya, dan itu biasa saya alami hampir setiap kali pulkam selama lebih dari 10 tahun terakhir.
Namun, ada yang sedikit berbeda dengan flu waktu pulkam kali itu. TV mulai ramai memberitakan tentang merebaknya wabah flu baru di Wuhan China, cepat menular, dan mengakibatkan kematian "mendadak". Saya pun browsing mencari informasi, bersyukur waktu itu, pemerintah tidak heboh, bahkan sibuk mengeluarkan anggaran untuk menarik wisatawan asing.
Di saat itu, istri tiba2 cerita, kalau paket mainan yang kami pesan ternyata bukan dikirim dari Jakarta, melainkan dikirim dari Shanghai China. Ternyata, yang jual online bukan produsen, hanya reseller. Waduh, dari negara asal covid pula. Saya tanya istri; "Ynk, bisa dibatalin tidak tuh paket...?"
"sudah jalan ynk." Jawab istri.
Kami pun bikin kesepakatan untuk tidak membuka paket itu dan dibiarkan di lokasi penerimaan, kebetulan menggunakan alamat kantor istri.
Sepulang dari kampung, berita covid makin menjadi-jadi. Semuanya tampak mengerikan. Saya kontak orang tua di kampung, giliran mereka yang terkena flu. Walaupun kami sekeluarga sudah sembuh, rasa khawatir tetap ada. Jangan-jangan... padahal sebenarnya saya hanya stay di Pontianak saja, tidak ada perjalanan ke luar kota atau ke luar negeri sebelum pulkam, bagaimana mungkin tu virus hinggap ke saya.
Saya pun kemudian menepis kecurigaan itu jauh-jauh, ah hanya flu biasa, Indonesia bebas corona kok... Alhamdulillah seminggu kemudian, saya kontak ortu dan keluarga, semuanya kembali sehat.
Namun saya tetap khawatir, ketika ada video beredar di sosmed, orang-orang yang sedang berjalan tiba-tiba jatuh, kejang-kejang dan kemudian dinyatakan meninggal. Begitu video nya dinarasikan.
Kekhawatiran makin menjadi-jadi, Maret 2020, ketika pemerintah secara resmi mengumumkan kasus pertama. Tak lama kemudian, kantor saya mengumumkan WFH selama tiga bulan.
---
Per hari ini, 21 Mei 2021, saya memang sudah sangat tenang, bahkan jauh dari kekhawatiran terhadap virus itu.
Tetapi setahunan yang lalu, saya sempat ketakutan. Panik, bahkan lebih panik dari yang hari ini sedang panik.
Bayangkan saja, paket mainan yang sudah datang sejak Februari 2020, baru berani kami sentuh di akhir Mei 2020, lebih dari 3 bulan. Saya memberanikan diri membukannya, tanpa menyentuh, 1 set mainan itu langsung dimasukan ke dalam ember, diguyur dengan air panas, di aduk dengan detergen, kemudian di keringkan di atas seng di bawah sinar matahari selama lebih dari 1 jam. Alhasil, mainan yang terbuat dari karet itu, beberapa bagiannya lumer dan tidak bisa difungsikan sebagaimana mestinya.
Bayangkan, karena paniknya, saya begitu ketakutan sampai tidak bisa berpikir logis. Bukankah itu virus hanya mampu bertahan dalam rentang waktu 2 minggu? bukankah paket itu sudah dikirim sejak Nov/Desember tahun 2019? Bukankah katanya tu virus kalah jika berhadap dengan sabun cuci tangan/hand sanitizer, sementara yang saya lakukan sudah lebih dari sekedar mencuci, bahkan bisa dikatakan saya sudah "memasak" virus itu?
Hari-hari pun berlalu...
Ramadhan tahun 2020 saya lalui tanpa 2 raka'at pun shalat tarawih di masjid, karena masjid tutup utk pelaksanaan shalat.
Saya ikuti kebijakan itu, saya juga nyinyir (walau hanya dalam hati), dengan rekan-rekan yang tetap ngotot ke masjid. Saya pikir, nih teman2 mengapa masih ngotot? mengapa tidak memilih keringanan yang diberikan? malah tetap melawan bahaya, tanpa ada ikhtiar maksimal untuk mencegahnya, dan seterusnya, dan seterusnya...
---
Kekhawatiran saya ini kemudian berbalik, ketika di pertengahan tahun 2020 itu, terjadi demo besar-besaran di AS. Tanpa masker, tanpa jaga jarak. Di awal-awal sy sudah bikin komitmen di dalam hati... Jika dalam 1 bulan kemudian, ada berita kematian massal di AS, maka berita virus ini benar. Tetapi jika tidak, maka cerita virus ini perlu ditelisik lagi. Saya tunggu sampai September, tidak ada berita heboh kematian mendadak, yang ada malah biasa-biasa saja.
---
InsyaAllah bersambung