---
Sebelum mulai membaca tulisan ini, sy mohon kerelaan teman-teman yang selama ini berinteraksi melalui platform sosial media, khususnya facebook, untuk sudi kiranya membuka pintu maaf. Saya menyadari, begitu banyak khilaf dan kekeliruan yang bisa jadi melukai perasaan rekan-rekan semua, entah dalam bentuk tulisan atau pun emoticon dalam setiap kita berdiskusi. Semoga Allah senantiasa melimpahkan kasih sayang-Nya kepada kita semua.
---
Di tahun 2022, saya berkesempatan pulang kampung untuk merayakan lebaran bersama ortu dan keluarga besar setelah selama 6 tahun lebaran bersama mertua. Empat tahun pertama lebih dikarenakan pekerjaan istri yang tidak bisa ditinggalkan walau dalam suasana libur lebaran (istri adalah observer/forcaster di BMKG yang tetap aktif bahkan lebih sibuk dibandingkan hari-hari biasa di kala lebaran/hari raya keagamaan). Sehingga kami lebih memilih cuti di hari-hari biasa, bukan pada saat liburan. Sementara di 2 tahun berikutnya, lebih karena kondisi pandemi. Saya yang memilih untuk tidak vaksin, lebih senang di rumah tidak kemana-mana di saat liburan, karena ribet berurusan dengan administrasi keberangkatan (PCR dll). Walaupun begitu, saya tetap pulang bertemu ortu, pas di momen-momen tidak sibuk. Tahun 2020 pulang satu kali, dan 2021 pulang 2 kali. Alhamdulillah, tidak ada virus yang mengikuti.
---
Melanjutkan tulisan sebelumnya, masih terkait dengan budaya yang dilakukan oleh masyarakat kampung saya seputar kuburan.
Kali ini ada 2 hal yang ingin saya bahas;
1. Ziarah kubur
Ziarah kubur pada saat hari raya ini, biasanya di lakukan 1-2 hari sebelum hari raya, pas pada saat hari raya sampai dengan beberapa hari pasca lebaran, di lakukan oleh hampir semua masyarakat perkampungan saya. Bahkan beberapa di antaranya dari luar kampung. Sependek pemantauan saya, "ritual" yang dilakukan pun sederhana. Hanya bersih-bersih kuburan, berdoa, dan ditutup dengan tabur bunga atau siraman air (bagian terakhir ini akan kita bahas di point kedua). Hal-hal langka dan spesial, paling hanya mengganti Nisan (terbuat dari kayu atau semen) yang sudah lapuk di makan usia. Mungkin yang akan jadi pertanyaan, mengapa ziarah kubur dilakukan pada saat hari raya saja?
Sebenarnya, jika ada yang bertanya seperti ini, sudah terlalu curiga. Ziarah kubur ini dilakukan oleh masyarakat tidak hanya pada saat lebaran puasa saja, tetapi juga lebaran haji, pada saat ada warga lain yang meninggal, dan pada momen-momen lain yang terkadang tidak terjadwal. Saya juga biasa melakukan ini. Kalau pas pulang kampung, hampir tiap hari saya ke kuburan. Walau hanya sekedar bersih-bersih dan berdoa. Mengapa harus pada saat lebaran? karena itu lah waktu di mana keluarga besar yang mukim jauh-jauh berkumpul. Sementara dulunya lahir dan dibesarkan di sini. Walaupun doa (kepada ortu/keluarga yang sudah meninggal) bisa disampaikan dari mana saja, namun berkunjung langsung ke kuburan punya nilai sendiri, misalnya nilai sejarah untuk anak-anak kita (mengenalkan silsilah keturunannya), nilai pelajaran akan kematian, dll yang tentunya sulit kita dapatkan jika kita tidak berkunjung langsung ke lokasi pemakaman.
---
2. Tabur Bunga
Saya dulu juga sempat bertanya, mengapa harus bunga? bukankah dalilnya adalah pelepah kurma?
Keheranan itu tidak bertahan lama, karena saya menyadari, sangat sulit, bahkan mustahil mendapatkan pelepah kurma di kampung saya. Maka dicarilah alternatif lain sebagai pengganti. Tidak harus bunga sebenarnya. Bisa saja ranting kayu, atau pelepah sawit yang tumbuh subur di sekitar kuburan, dan itu berlaku selama "pengganti" tersebut masih basah, belum kering. Namun, bunga seakan mewakili rasa penghormatan kepada ortu/keluarga yang sudah meninggal. Jika kita letakan ranting atau pelepah sawit, yang dalam kehidupan sehari-hari dianggap sebagai "sampah" (material tak terpakai), tentu kesannya akan berbeda. Terlebih, ada alternatif lain yang lebih bagus, kecuali memang hanya itu lah satu-satunya material yang mudah di dapat. Bahkan jika ditanya ke saya, jika nanti saya meninggal, apa yang ingin diletakan di atas kuburan saya? pelepah kurma, sawit, ranting, bunga, atau lainnya? saya akan jawab; jangan letakan ranting atau pelepah, tetapi tanamlah pohonnya di samping kuburan saya. Semoga tasbih dari pohon-pohon tersebut, dapat saya dengar dan menjadi "hiburan" di alam sana. Kan ranting juga bertasbih? Benar, tetapi ranting (termasuk pelepah) tidak bisa tumbuh, yang ada lama-lama akan lapuk dan hancur.
---
Referensi;
QS Al-Israa : 44
HR Bukhari (1273, 1289, 5592)
HR Muslim (439, 7705)
Dan beberapa buku/artikel terkait lainnya







