ASA DI TENGAH DUA SAMUDERA

Tidak ada hujan. Tak ada awan gelap. Tapi kami dipanggil untuk membangun bahtera di atas tanah kering.
Papan demi papan kami pasang. Paku demi paku kami tancapkan. Tapi setiap bunyi ketukan bukan hanya memanggil burung-burung yang beterbangan, tapi juga tawa getir dari mereka yang lewat—mengundang tawa dan ejekan.
"Dan dia membuat bahtera. Setiap kali para pemimpin kaumnya melewatinya, mereka mengejeknya. Nuh berkata, 'Jika kamu mengejek kami, maka kami pun akan mengejek kamu sebagaimana kamu mengejek (kami).'" (QS. Hud: 38)
Apa yang kami bangun bukan hanya kapal kayu. Yang kami bangun adalah keteguhan hati. Yang kami pelihara bukan hanya rancangan pelampung, tapi kepercayaan bahwa janji Tuhan bukanlah gurauan.
Kami bukan pengrajin kapal. Kami bukan pelaut. Kami hanyalah umat yang belajar menambatkan iman, meski tak ada tanda-tanda badai. Tapi kami tahu, pertanda langit tak selalu terlihat oleh mata.
"Dan Kami wahyukan kepada Nuh: 'Buatlah kapal di bawah pengawasan dan petunjuk Kami, dan janganlah engkau bicarakan kepada-Ku tentang orang-orang yang zalim; sesungguhnya mereka akan ditenggelamkan.'" (QS. Hud: 37)
Kami berdiri di dua samudra: samudra hinaan dari manusia, dan samudra kepercayaan pada titah sang utusan. Yang satu membakar dada, yang satu menyejukkan jiwa. Tapi kami tahu, badai sejati bukanlah air bah—melainkan godaan untuk meragukan perintah-Nya.
Anak-anak kami menangis. Istri kami mulai khawatir. Para tetangga berbisik, “Apakah kalian sudah gila, taklid buta tanpa akal sehat?” Tapi kami tetap memahat. Tetap menjinjing kayu. Tetap menatap langit.
Sebab kami tahu, Tuhan tidak mengundang kami untuk menang secara logika. Ia hanya meminta satu hal: taat.
Dan kelak ketika langit robek, dan bumi muntahkan air dari kedalamannya, mereka yang tertawa tak lagi bersuara.
Yang dulu memanggil kami gila, kini mengetuk dinding bahtera.
"Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan air yang tercurah deras. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air, lalu bertemulah air itu untuk suatu urusan yang sungguh telah ditetapkan." (QS. Al-Qamar: 11–12)
Kapal itu berlayar—bukan karena layar atau dayung—tapi karena harap dan doa yang telah disulam sejak awal.
Dan kami selamat. Bukan karena kuat. Tapi karena percaya.
Share:
Diberdayakan oleh Blogger.

Comments

Recent

About Me

Foto saya
Kita tidak akan mendapatkan hasil berbeda, jika tetap melakukan hal yang sama...

Bottom Ad [Post Page]

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Full width home advertisement