DINAMIKA PRIVILESE; ANTARA LEGITIMASI DAN KELAYAKAN
---
Setiap peran yang diemban adalah amanah, bukan sekadar identitas yang diwarisi atau disematkan. Seorang ustadz tidak cukup hanya menyampaikan, tetapi harus terus menggali, memperdalam, dan menghidupkan ilmunya agar cahaya yang ia bawa tidak meredup. Mereka tidak hanya berdiri di atas kehormatan leluhur, tetapi harus membuktikan bahwa mereka layak berada di tempat itu. Sebab, semakin tinggi seseorang diposisikan, semakin besar pula tanggung jawabnya untuk membimbing, mencerdaskan, dan menjadi teladan bagi umat.
Memantaskan diri bukan sekadar memperindah penampilan atau menjaga wibawa dalam ucapan, tetapi menyelaraskan hati dan pikiran dengan ilmu dan kebijaksanaan. Kehormatan sejati tidak lahir dari gelar yang diwariskan, tetapi dari kesungguhan dalam menghidupi makna di baliknya. Seorang pemimpin agama bukan diukur dari seberapa lantang ia berbicara, melainkan dari kelembutan ilmunya, ketajaman pemahamannya, dan kebijaksanaannya dalam mengayomi. Tidak cukup sekadar dikenal, tetapi harus benar-benar memahami; tidak cukup dihormati, tetapi harus benar-benar memberi arti.
Sejarah telah mengajarkan bahwa kebesaran nama tidak cukup untuk mengangkat derajat seseorang jika ia tidak berjuang untuk membuktikannya. Gelar tanpa ilmu adalah beban, kedudukan tanpa pengamalan hanyalah ilusi. Maka, siapa pun yang telah ditempatkan dalam posisi mulia, hendaknya tidak terhanyut dalam kebanggaan, tetapi sibuk dalam pembuktian. Terus belajar, terus berbenah, terus memantaskan diri, bukan hanya agar layak di mata manusia, tetapi agar benar-benar diterima di hadapan Dia Sang Maha Pencipta.
---
Privilese = Privilege = Hak Istimewa