KEBENARAN bukan hanya tentang ISI, tetapi juga tentang CARA

Kadang kita terlalu yakin bahwa kebenaran itu cukup disuarakan; keras, lantang, dan gamblang. Kita berpikir bahwa selama kita di pihak yang benar, kita berhak menyampaikannya dengan cara apa pun. Bahkan, tak jarang, kita menyampaikannya sambil mengiris, menuding, merobek hati orang lain. Padahal... bahkan kepada seorang Firaun, yang mengaku sebagai tuhan, Allah memerintahkan Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS untuk berkata dengan penuh kelembutan.
“Berbicaralah kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia sadar atau takut (kepada Allah).” (QS. Ṭāhā: 44)
Ini bukan sekadar ayat tentang akhlak, tapi pelajaran besar tentang cara dalam menyampaikan. Bahwa kebenaran, sekeras apapun ia bersinar, bisa tertolak hanya karena ia disampaikan dengan cara yang menusuk, merendahkan, atau menghakimi.
Di zaman ini, ketika kebenaran dibungkus dalam status media sosial, dikemas dalam video dakwah, dijadikan bahan debat publik, sering kali kita lupa. Lupa bahwa manusia bukan hanya makhluk logika, tapi juga makhluk rasa. Ada luka yang tak terlihat, ada trauma yang tak terucap, ada benteng hati yang hanya bisa dijebol bukan oleh dalil, tapi oleh kelembutan.
Maka bukan karena takut atau ragu, ketika Nabi Musa AS datang kepada Firaun dengan kelembutan. Tetapi karena beliau tahu; tugasnya adalah menyampaikan, bukan memaksa. Menyadarkan, bukan menaklukkan. Hidayah bukan kita yang menentukan, maka yang bisa kita jaga adalah caranya.
Kini kita hidup di zaman yang mirip namun tak sama. Bukan Firaun yang berdiri di hadapan kita, tapi bisa jadi orang tua sendiri yang belum mau mengikuti. Saudara, sahabat, bahkan pasangan, yang masih mencari arah. Dan kita pun dihadapkan pada pilihan; mau menyuarakan kebenaran sambil menyakiti, atau menghidangkannya dengan penuh empati.
Sebab kebenaran yang datang tanpa rasa, tak ubahnya cahaya yang menyilaukan; bukan menerangi, tapi menyakitkan mata. Kebenaran yang hadir bersama cinta, akan menjadi pelita di tengah gelap, yang menuntun, bukan memaksa.
“Yang keras tak luluh oleh suara lantang, tetapi oleh kelembutan yang datang dengan penuh ketenangan.”
Share:
Diberdayakan oleh Blogger.

Comments

Recent

About Me

Foto saya
Kita tidak akan mendapatkan hasil berbeda, jika tetap melakukan hal yang sama...

Bottom Ad [Post Page]

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Full width home advertisement