Ada satu hal yang tidak akan pernah Allah izinkan dipaksakan; IMAN. Karena iman bukan seragam yang bisa disuruh pakai, bukan barisan yang bisa disuruh ikut, bukan kata yang bisa dipaksa keluar dari bibir. Iman adalah cahaya yang menyala dari dalam. Dan cahaya… tak akan bisa dipaksa muncul oleh api yang asing.
Di dunia yang penuh hasutan dan propaganda, Allah malah memintamu memilih dengan sadar. Di tengah kebenaran yang dipelintir dan kebohongan yang dipoles rapi, Allah justru berkata: lihatlah… pilihlah. Dan jika kau memilih-Nya, itu karena hatimu memang menginginkannya, bukan karena paksaan dari siapa pun.
Sebab hidayah itu seperti hujan. Ia turun dari langit, tapi hanya tanah yang terbuka yang bisa menampungnya. Kau boleh berdiri di tengah badai wahyu, tapi jika hatimu tertutup, takkan ada setetes pun yang meresap.
Dan di situlah keindahan ayat ini membelai lembut nurani. Bahwa Allah—yang Maha Berkuasa—tidak memaksamu untuk tunduk. Dia memberimu akal, nurani, dan waktu. Dia bukakan jalan terang, Dia tampakkan jalan gelap. Tapi langkah, tetap milikmu.
Bukankah justru karena itu, iman jadi begitu indah? Karena ia lahir dari keikhlasan. Karena ia bukan paksaan, tapi pelukan. Karena ia bukan ketakutan, tapi kerelaan. Dan hanya iman yang seperti itu yang akan tumbuh kuat meski diuji, yang akan tetap berdiri meski sendirian.
Dan ketika kita akhirnya memilih Allah, bukan karena disuruh, bukan karena takut, tapi karena cinta, di situlah arti sejati dari “tiada paksaan dalam agama” menjadi nyata dalam hidup kita.