Saat ini kita berdiri di persimpangan jalan. Di hadapan kita, terbentang dua arah, yang satu tampak mudah dan menyenangkan, sementara yang lain penuh duri dan kerikil tajam. Dalam kebingungan itu, kita bertanya dalam hati, mana yang benar? Mana yang harus dipilih?
Namun, apakah kebenaran itu selalu tampak jelas di mata? Tidak. Sering kali, ia tersembunyi di balik ujian, di balik pilihan yang tampaknya sulit. Itulah sebabnya kebenaran bukan hanya soal akal dan logika, tetapi juga soal hati. Hati yang jernih akan mengenalinya, hati yang tenang akan menerimanya, hati yang bersandar pada Allah tidak akan pernah tersesat.
"Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra’d: 28)
Ada ketenangan yang tak bisa dijelaskan oleh dunia, ada jawaban yang tak bisa diberikan oleh manusia, ada cahaya yang hanya bisa ditemukan oleh mereka yang mendekat kepada-Nya. Saat hati terasa resah, saat dunia terasa sempit, saat kebingungan merayap seperti kabut tebal, itulah saatnya kita berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam, lalu menyebut Nama-Nya.
Mari, pejamkan mata sejenak. Bisikkan asma-Nya. Rasakan setiap detaknya di dalam qalbu. Tidakkah kita rasakan kehangatan yang perlahan menyelimuti jiwa? Itulah panggilan-Nya. Itulah pelukan-Nya yang tak terlihat, namun terasa begitu nyata.
Kebenaran tidak selalu terdengar keras, ia sering berbisik lembut dalam hati. Jangan biarkan dunia yang bising menenggelamkannya. Dengarkan dengan hatimu, bukan hanya dengan telingamu. Kembali pada Allah, dan lihatlah bagaimana segalanya menjadi lebih terang.
Karena pada akhirnya, bukan akal kita yang menuntun kita pada kebenaran, tetapi qalbu yang bersandar pada-Nya.
Namun, memilih kebenaran bukanlah jalan yang mudah. Ia sering kali menuntun kita pada kesulitan, ujian, dan bahkan penolakan dari orang-orang terdekat. Rasulullah ﷺ sendiri, manusia paling mulia, menghadapi cercaan dan hinaan saat membawa risalah Islam. Para sahabat harus bersembunyi, disiksa, bahkan dibunuh karena mempertahankan keyakinannya.
Maka jangan terkejut jika saat kita berpegang teguh pada kebenaran, dunia tidak selalu berpihak kepada kita. Jangan heran jika kita kehilangan teman, dihina, atau bahkan dijauhi. Sebab dunia ini tidak diciptakan untuk memberi kenyamanan bagi para pencari kebenaran.
Sebaliknya, memilih jalan yang salah justru sering kali membawa kebebasan. Dunia tersenyum pada mereka yang memilih untuk mengikuti arus, yang memilih kepentingan di atas prinsip, yang mengorbankan nilai demi kenyamanan sesaat. Pilihan ini memang terasa ringan di awal, tetapi ia adalah belenggu yang tak terlihat. Semakin lama kita tenggelam di dalamnya, semakin sulit untuk melepaskan diri.
"Maka apakah orang yang dijadikan (setan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu dia melihatnya baik (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh setan)? Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki..." ( QS. Fathir : 8 )
Di sinilah ujian terbesar kita: memilih kesulitan demi kebenaran atau menikmati kebebasan semu yang akhirnya berujung pada penyesalan.
Ada satu hal yang harus kita perhatikan: kebenaran bukan hanya soal isi, tetapi juga soal cara. Lihatlah bagaimana seseorang berbicara, bagaimana ia bersikap, bagaimana ia menyampaikan gagasannya.
Orang yang membawa kebatilan sering kali berapi-api, emosional, kasar dalam berucap, dan merendahkan orang lain. Mereka tidak peduli pada ukhuwah, mereka hanya peduli bahwa suara mereka harus didengar. Setiap kata-kata mereka menyala dengan amarah, setiap tulisan mereka dipenuhi dengan penghinaan.
Sebaliknya, mereka yang membawa kebenaran tidak pernah meninggalkan adab. Kata-kata mereka lembut, meski hatinya tegas. Mereka menyampaikan dengan kasih sayang, bukan dengan kebencian. Mereka menjaga ukhuwah, walaupun sering kali dianggap hina dan rendah.
Lihatlah bagaimana Rasulullah ﷺ mengajak kaumnya kepada Islam. Tidak ada teriakan kemarahan, tidak ada hinaan, tidak ada paksaan. Bahkan kepada musuhnya, beliau tetap menunjukkan akhlak yang luhur. Itulah tanda-tanda pembawa kebenaran yang sejati.
Maka saat kita ragu akan suatu ajakan, perhatikanlah siapa yang berbicara. Lihatlah bagaimana mereka membawa pesan mereka. Karena kebenaran sejati selalu datang bersama akhlak yang mulia, sementara kebatilan selalu diselimuti oleh amarah dan keangkuhan.
Pada akhirnya, mengenali kebenaran bukan hanya soal ilmu, tetapi soal qalbu. Kembali pada Allah, tenangkan hatimu, dan kebenaran akan menyapamu dengan lembut. Karena "kebenaran tidak memaksa untuk diterima, ia hanya menanti qalbu yang tulus untuk menyambutnya."