SUARA CINTA DI TENGAH BADAI KEBENCIAN


Belajar Hikmah dari Sahabat Ibnu Abbas RA
---
Angin padang pasir berembus perlahan, mengelus wajah-wajah yang tegang. Di antara barisan kaum Khawarij yang berkerumun, seorang pemuda melangkah dengan ketenangan yang sunyi. Abdullah bin Abbas, cahaya ilmu yang bersinar di tengah badai fanatisme. Tidak ada kemarahan di matanya, hanya keteduhan yang dalam.
Ia datang tanpa pedang, tanpa teriakan. Sebuah kehadiran yang menyejukkan, seolah gurun yang gersang menemukan tetes-tetes air hujan. Wajahnya teduh, senyumnya penuh kelembutan.
Ibnu Abbas berkata: "Beritahukan kepadaku, apa yang kamu cela kepada anak dari paman Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, menantunya, demikian juga kepada Muhajirin dan Anshar?”
Mereka (Khawarij) menjawab, "Kami memiliki tiga keberatan terhadapnya.
“Pertama; dia telah menjadikan manusia sebagai hakim dalam urusan/agama Allah, padahal Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya hukum itu hanyalah milik Allah” (Al An’am/6: 57, Yusuf/12: 40).
Kedua; dia berperang (melawan pihak ‘Aisyah), namun tidak menawan tawanan dan tidak mengambil ghanimah. Padahal jika dia memerangi orang-orang kafir maka halal tawanan dan ghanimah mereka. Namun jika yang diperangi adalah orang-orang mukmin, maka tidak halal memerangi mereka”.
Ketiga; Bahwa Ali bin Abi Thalib telah menghapus gelar Amirul Mu’minin, dengan demikian ia adalah Amirul Kafirin.
Ibnu Abbas kemudian berkata kepada mereka (Khawarij); “Bagaimana menurut kamu, jika aku membacakan dari Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya shallallahu ’alaihi wasallam yang akan membantah pendapat kalian, (apakah kalian akan rujuk (taubat)?”.
---
Setiap kalimat yang ia ucapkan adalah mata air kebijaksanaan. Setiap dalil yang ia sampaikan adalah pelita yang menerangi kegelapan pemahaman. Bukan dengan caci maki, bukan dengan merendahkan. Ibn Abbas tidak bertarung untuk menang. Ia berbicara untuk menyelamatkan.
---
“Adapun perkataan kamu, bahwa dia (Ali bin Abi Thalib) telah menjadikan manusia sebagai hakim dalam urusan/agama Allah. Aku akan membacakan (Kitabullah) kepada kamu, bahwa Allah telah menyerahkan hukum kepada manusia dalam harga seperempat dirham tentang kelinci, dan binatang buruan semacamnya.
Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh hewan buruan dalam keadaan berihram. Barangsiapa yang membunuhnya di antara kamu secara sengaja, maka dendanya adalah mengantinya dengan hewan yang seimbang dengannya, menurut putusan hukum dua orang yang adil di antara kamu”. [Al Maidah/5: 95]
Aku bertanya kepada kamu dengan nama Allah, “Apakah putusan hukum manusia tentang kelinci, dan binatang buruan semacamnya, lebih utama, ataukah putusan hukum mereka tentang darah dan perdamaian? Dan kamu mengetahui, jika Allah menghendaki, tentu Allah telah menetapkan hukum, dan tidak menyerahkannya kepada manusia”.
Dalam masalah pertikaian suami istri, Allah berfirman:
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakim dari keluarga laki-laki dan seorang hakim dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakim itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha mengenal.” [An-Nisa/4: 35]
Allah telah menjadikan putusan manusia (yang Allah berikan idzin-pent) sebagai ketetapan yang aman.
---
Ketika kata-kata itu mengalir, ketegangan mulai mereda. Suara angin seakan menari pelan, dan di wajah-wajah yang tadinya keras, mulai tampak keraguan.
---
Ibnu Abbas kemudian melanjutkan: “Adapun perkataan kamu, bahwa Ali berperang (melawan pihak ‘Aisyah) namun tidak menawan dan tidak mengambil ghanimah, (aku akan bertanya), “Apakah kamu akan menawan ibu kalian, yaitu ‘Aisyah? Kemudian kamu akan menggapnya halal, sebagaimana (tawanan) lainnya?
Jika kamu melakukannya, maka kamu menjadi kafir, karena dia adalah ibu kamu. Namun jika kamu mengatakan bahwa dia bukan ibu kamu, kamu juga menjadi kafir, karena Allah berfirman: “Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka (kaum mukminin)‘ [Al-Ahzab/33: 6]
Maka kalian berada di antara dua kesesatan, apa yang kamu pilih maka kamu menuju kesesatan.
Ibnu Abbas berkata, “Adapun perkataan kamu bahwa Ali menghapus namanya dari gelar Amirul Mukminin, maka aku akan sampaikan kepada kamu dengan orang yang kamu ridhai. Aku kira kamu sudah mendengar bahwa Nabi shalallahu‘alaihi wasallam pada perjanjian Hudaibiyah membuat kesepakatan dengan Suhail bin ‘Amr dan Abu Sufyan bin Harb (yang mewakili suku Quraisy). Rasulullah berkata kepada Amirul Mukminin (Ali bin Abi Thalib), “Tulislah wahai Ali, ini adalah perdamaian yang dinyatakan oleh Muhammad Rasulullah”.
Namun kaum Musyrikin berkata, “Tidak demi Allah, kami tidak mengetahui bahwa engkau adalah utusan Allah! Seandainya kami mengetahui bahwa engkau Rasulullah, tentu kami tidak memerangimu”.
Maka Rasulullah shalallahu‘alaihi wasallam bersabda, “Ya Allah, sungguh Engkau Maha Mengetahui bahwa aku adalah Rasul-Mu. Wahai Ali, tulislah, “Ini adalah perdamaian yang dinyatakan oleh Muhammad bin Abdillah”.
Demi Allah, Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam tentu lebih utama dari pada Ali. Namun ketika beliau menghapus gelar “Rasulullah” itu tidak berarti mengeluarkan beliau dari kenabian”.
---
Di hadapannya, hati yang keras mulai retak. Kebencian yang membara mulai mereda. Kata-katanya adalah pelukan bagi mereka yang tersesat, bukan cambuk bagi yang berbeda.
Inilah kekuatan dari ilmu yang dibalut akhlak, kejujuran yang dibungkus kelembutan. Ibn Abbas tidak hanya mengalahkan argumen, ia memenangkan hati dengan kedamaian. Ia tidak hanya membungkam kebodohan, ia menumbuhkan pemahaman.
Dalam setiap zaman, kisahnya adalah telaga yang menyejukkan. Ketika dunia bergolak dengan perpecahan, ketika lidah menjadi pedang dan jari-jemari menjadi tombak di ruang maya, Ibn Abbas mengajarkan cara mencintai tanpa harus menaklukkan.
Dan dalam kelembutannya, kita menemukan kekuatan sejati. Sebab, kebenaran yang disampaikan dengan kasih sayang akan selalu lebih kuat daripada kebenaran yang diteriakkan dengan penuh caci maki dan kemarahan.
---
Cerita yang sama, lebih lengkap dan detail dapat dibaca di:
Share:
Diberdayakan oleh Blogger.

Comments

Recent

About Me

Foto saya
Kita tidak akan mendapatkan hasil berbeda, jika tetap melakukan hal yang sama...

Bottom Ad [Post Page]

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Full width home advertisement